Inspirational journeys

Follow the stories of academics and their research expeditions

Perbedaan Sertifikasi Halal Skema Reguler dan Self Declare

Admin

Sun, 20 Apr 2025

Perbedaan Sertifikasi Halal Skema Reguler dan Self Declare

Terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 20 tahun 2021 tentang Sertifikasi Halal Pelaku Usaha Mikro dan Kecil memberikan arah baru dalam bidang sertifikasi halal di Indonesia. Kewajiban ber-Sertifikat halal bagi pelaku usaha mikro kecil sebagaimana dimaksud didasarkan atas pernyataan pelaku usaha mikro kecil. Skema self declare sudah mulai digerakkan oleh BPJPH di akhir tahun 2021 dengan menyelenggarakan pelatihan pendamping PPH bagi Penyuluh Agama Islam (PAI) Non PNS pada tanggal 11-13 November 2021 dengan 1.370 peserta. Kegiatan ini dilakukan bermitra dengan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di wilayah Jawa. Pada tanggal 25 - 27 November 2021 Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama kembali menggelar pelatihan Pendamping Proses Produk Halal (PPH) yang diikuti 340 peserta.


Pelatihan ini dalam rangka program 100.000 (seratus ribu) Pendamping PPH untuk akselerasi 10.000.000 (sepuluh juta) Sertifikat Halal bagi produk makanan dan minuman Usaha Mikro dan Kecil tahun 2022, sebagai program prioritas Pemerintah dalam melaksanakan Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan  Bidang Jaminan Produk Halal dan Peraturan Menteri Agama Nomor 20 tahun 2021 tentang  Sertifikasi Halal Bagi  Pelaku Usaha Mikro dan Kecil.


Hadirnya skema self declare membuat kebingungan di beberapa daerah termasuk pemangku kebijakan yang selama ini terlibat dalam kegiatan sertifikasi halal bagi UMKM. Pada umumnya, mereka hanya mengetahui tentang pengurusan sertifikasi halal dengan skema reguler. Keberadaan lembaga pendamping dan pendamping PPH yang terdaftar resmi di BPJPH diragukan keberadaannya di tengah masyarakat. Minimnya informasi yang didapatkan oleh masyarakat di website resmi BPJPH dan rendahnya literasi para pemangku kebijakan membuat tugas pendamping PPH menjadi terganggu di lapangan. Berikut ini kami berikan informasi terkait perbedaan antara sertifikasi halal skema reguler dan self declare berlaku di Indonesia yang diamanatkan oleh Undang-undang dan Peraturan Pemerintah.


Layanan sertifikasi halal bagi pelaku UMK melalui skema reguler, biaya layanan dibebankan kepada pelaku usaha. Biaya layanan sertifikasi halal bagi pelaku UMK melalui skema reguler yang dibebankan kepada pelaku usaha adalah biaya permohonan sertifikasi halal yang mencakup pendaftaran dan penetapan kehalalan produk sebesar Rp300.000,- (tiga ratus ribu rupiah), dan biaya pemeriksaan kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebesar Rp.350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah). Sehingga total biaya sertifikasi halal bagi pelaku UMK melalui skema reguler adalah Rp.650.000,- (enam ratus lima puluh ribu rupiah).


Terbitnya Peraturan BPJPH tentang Tata Cara Pembayaran Tarif Layanan BLU BPJPH tersebut merupakan tindak lanjut dari terbitnya PMK No.57/PMK.05/2021 tentang Tarif Layanan BLU BPJPH yang telah diundangkan pada tanggal 4 Juni 2021. Regulasi ini juga sebagai tindak lanjut atas Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.


Pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang mengajukan sertifikasi halal dengan skema reguler bisa memilih LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang terdaftar di BPJPH seperti PT Sucofindo, PT Surveryor Indonesia, dan LPH lainnya. Selanjutnya, Auditor halal dari LPH akan visit ke lokasi pelaku usaha untuk melakukan audit terkait PPH di perusahaan tersebut.


Sedangkan layanan sertifikasi halal bagi pelaku UMK melalui skema self declare, biaya permohonan sertifikasi halal dikenakan tarif nol Rupiah. Artinya pelaku UMK tidak membayar, alias gratis biaya layanan. Tarif layanan Rp0 atau gratis tersebut, bukan berarti bahwa proses sertifikasi halal tidak membutuhkan biaya. Dalam proses pelaksanaan self declare, terdapat pembebanan biaya layanan permohonan sertifikasi halal pelaku usaha sebesar Rp 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah). Biaya tersebut dianggarkan dari APBN, APBD, atau fasilitator yang memfasilitasi UMK.


Pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang mengajukan sertifikasi halal dengan skema self declare bisa memilih Lembaga Pendamping PPH yang terdaftar di BPJPH seperti Ormas Islam, Perguruan Tinggi yang terakreditasi, dan Lembaga Keagamaan Islam yang berbadan Hukum di Indonesia. Selanjutnya, Pelaku Usaha memilih nama Pendamping PPH yang akan mendampingi pelaku usaha dalam pendampingan PPH. Pendamping PPH dari Lembaga Pendamping akan visit ke lokasi pelaku usaha untuk melakukan verifikasi dan validasi (verval) terkait PPH di perusahaan tersebut.

Demikian penjelasan mengenai perbedaan sertifikasi halal skema self declare dan reguler. Semoga bermanfaat bagi sahabat halal semuanya. 

0 Comments

Leave a comment